Monday, April 7, 2014

karya Intan Izzah Dwi Asti



Teror Darah
Gemericik air coban masih terdengar dari gerbang sekolahku, sungguh masih terdengar jelas. Sekolah ku kali ini yang jauh dari sebuah keramain kendaraan bermesin dan pasti jarang banget polusi hampir gak ada. Udara yang masih sangat sejuk dan bersih, sungguh lega banget terasa hidup di desa ini. Desa Srigading jawa timur, yah ... di sini lah aq tinggal sekarang. Desa ini terletak di balik gunung yang gak terlalu tinggi dan sudah tidak aktiv lagi. Sepanjang jalan masih belum ada aspal dan masih banyak lahan kosong, gak seperti di kota ku dulu yang padat penduduk dan ramai kendaraan bermesin. Aku tinggal bersama nenek dari ibuku di desa yang sejuk ini. Aku dipanggil Echa di daerah nenek, dan itulah sebutanku di sini. Aku pindah sekolah sejak aku SMP kelas dua. Aku memulai kehidupan baru di desa ini dan teman baru, semua serba baru dan aku memulai adaptasi baru.
“8 A”. Yah aku berada di kelas 8A, telah ditentukan pihak sekolah, masih terasa asing aku berada di sekolah itu. Aku duduk di bangku nomor dua dari depan, dan teman sebangkuku namanya Reisya. Dia bertubuh agak gendut tapi terlihat manis banget dan gak membosankan. Perkenalanku dengan Reisya terlalu asyik sampai lupa kalau sudah ada guru yang berdiri di depan whiteboard. Tersentak aku ketika pak guru memanggilku “Echa, ayo maju, perkenalkan dirimu di depan kelas !”. ketika kakiku berjalan ke depan kelas dan mulutku mulai terbuka untuk mengucapkan sepatah kata sapaan untuk teman-teman baruku, aku melihat ada seorang perempuan seumuran dengan aku di belakang sendiri dengan muka yang pucat seperti tak bernyawa. Tingkahku terdiam dan mulutku mulai kaku, mataku fokus pada perempuan itu. Sekejap ku lihat dia sudah tak ada dan entah kamana. Pak guru langsung meyuruhku duduk kembali.